AC Milan: Kejayaan Sepak Bola Italia yang Tak Pernah Padam


AC Milan: Kejayaan Sepak Bola Italia yang Tak Pernah Padam


Pendahuluan


AC Milan bukan hanya klub sepak bola. Ia adalah simbol sejarah, kebanggaan, dan kebudayaan olahraga di Italia dan dunia. Dari akar pendiriannya oleh para ekspatriat Inggris pada akhir abad ke-19 hingga menjadi salah satu klub paling disegani di Eropa, AC Milan telah menapaki jalan panjang penuh dinamika: kemenangan besar, skandal, degradasi, kebangkitan, dan dominasi. Di balik warna merah-hitam yang melegenda, tersimpan kisah-kisah luar biasa yang membentuk identitas klub ini sebagai salah satu kekuatan utama dalam dunia sepak bola.


Awal Sejarah: Lahirnya Legenda (1899–1930-an)


AC Milan lahir pada 16 Desember 1899 di kota Milan, Lombardia. Pendiri klub ini, Herbert Kilpin – seorang pengusaha tekstil Inggris yang juga pemain sepak bola – ingin membawa olahraga ini lebih jauh ke daratan Eropa. Ia memilih warna merah sebagai simbol api semangat dan hitam sebagai simbol ketakutan yang akan diberikan tim kepada lawan-lawannya.

Pada awal abad ke-20, AC Milan langsung menunjukkan potensinya. Mereka menjuarai kejuaraan nasional Italia (saat itu dikenal sebagai Prima Categoria) pada tahun 1901, 1906, dan 1907. Ini adalah era saat sepak bola masih dimainkan oleh kaum elit, namun AC Milan sudah menjadi pelopor dalam membangun semangat sportivitas dan identitas klub yang kuat. Namun tak lama kemudian, pecah konflik internal yang membuat sekelompok anggota membentuk klub baru: Internazionale Milano (Inter Milan) pada tahun 1908. Rivalitas ini menjadi salah satu yang paling sengit di dunia.

Perjuangan dan Konsolidasi (1930–1950)

Di era sebelum dan selama Perang Dunia II, AC Milan mengalami masa stagnan. Mereka tak mampu mendominasi Serie A dan sering kali hanya menjadi penggembira. Klub mulai kesulitan menjaga performa dan reputasi, baik karena gejolak politik Italia kala itu, maupun tantangan internal dalam manajemen. Namun pada akhir dekade 1940-an, AC Milan mulai mempersiapkan diri untuk kebangkitan. Mereka mendatangkan pemain-pemain berbakat, termasuk beberapa bintang asing, yang kemudian membuka jalan bagi era keemasan pertama klub.

Zaman Keemasan Pertama: Gre-No-Li dan Kebangkitan Gaya Milan (1950–1969)

Kebangkitan Milan terjadi di awal 1950-an ketika klub merekrut trio Swedia legendaris: Gunnar Gren, Gunnar Nordahl, dan Nils Liedholm, yang dikenal sebagai “Gre-No-Li.”

Di bawah asuhan pelatih Lajos Czeizler dan kemudian Béla Guttmann, AC Milan memperkenalkan gaya permainan menyerang yang dinamis dan agresif. Milan menjuarai Serie A pada musim 1950–51, dan mencatatkan rekor produktivitas yang menggetarkan lawan-lawannya.

Dekade 1960-an menjadi periode penuh kebanggaan. Di bawah pelatih Nereo Rocco, Milan mengadopsi filosofi catenaccio – pertahanan yang kokoh – namun tetap fleksibel dalam menyerang. Klub ini menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya pada tahun 1963, mengalahkan Benfica yang diperkuat Eusebio. Satu dekade ini ditutup dengan gelar Liga Champions kedua (1969) dan Piala Interkontinental yang diraih setelah mengalahkan Estudiantes. Milan kini sudah bukan hanya raja di Italia, tapi juga di dunia.

Fluktuasi Performa dan Masa Gelap (1970–1985)


Tahun-tahun 1970-an adalah masa transisi yang pelik. AC Milan tetap mampu meraih trofi seperti Coppa Italia dan Piala Winners, tetapi secara umum performa klub tak konsisten.

Krisis semakin parah ketika pada tahun 1980, AC Milan terseret skandal pengaturan skor (Totonero). Akibatnya, klub untuk pertama kalinya dalam sejarah harus terdegradasi ke Serie B. Meski mereka promosi kembali, degradasi ini menjadi noda hitam dalam sejarah Rossoneri. Saat banyak klub membangun fondasi modern, Milan seperti kehilangan arah. Stabilitas finansial rapuh dan prestasi di lapangan mengecewakan.

Kebangkitan Besar: Era Berlusconi dan Dominasi Dunia (1986–1996)


Tahun 1986 menjadi titik balik paling dramatis dalam sejarah AC Milan. Silvio Berlusconi, taipan media Italia, membeli klub yang sedang terpuruk dan langsung mengubah segalanya. Ia tak hanya menyuntikkan dana besar, tapi juga membawa visi modern: menjadikan AC Milan klub paling profesional dan dominan secara global. Ia menunjuk Arrigo Sacchi sebagai pelatih, seorang revolusioner yang memperkenalkan pressing tinggi, garis pertahanan tinggi, dan sistem zonal marking.

Sacchi membangun tim dengan pilar dari Belanda: Marco van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard, serta mempercayakan lini belakang kepada Franco Baresi, Paolo Maldini, Alessandro Costacurta, dan Mauro Tassotti. Hasilnya luar biasa. AC Milan menjuarai Liga Champions dua kali berturut-turut (1989 dan 1990) dan mempermalukan tim-tim top Eropa dengan permainan kolektif yang sangat modern.

Era ini dilanjutkan oleh Fabio Capello, yang melanjutkan warisan sukses Sacchi. Milan memenangi gelar Liga Champions 1994 dengan menggilas Barcelona 4-0, serta meraih berbagai scudetto di Serie A dengan dominasi luar biasa.

Akhir Abad 20 dan Kejayaan Kembali (1997–2007)

Setelah sedikit penurunan di akhir 90-an, Milan kembali bangkit di awal 2000-an. Carlo Ancelotti ditunjuk sebagai pelatih, dan ia menyusun tim yang sangat seimbang, mengandalkan kekuatan teknis Pirlo, Gattuso, Seedorf, Kaká, dan Shevchenko.

Milan kembali menjuarai Liga Champions pada tahun 2003 dan 2007, serta meraih berbagai gelar domestik. Namun, kekalahan dramatis dari Liverpool di final 2005 – meskipun sempat unggul 3-0 – menjadi salah satu luka terdalam dalam sejarah klub. Dua tahun kemudian, Milan membalas dendam dengan mengalahkan Liverpool 2-1 di final Liga Champions 2007. Kaká yang sedang berada di puncak performa menjadi bintang.

Kemunduran, Kemandekan, dan Transisi Kepemilikan (2008–2018)


Dekade 2010-an awal menjadi akhir dari dominasi Milan. Pemain-pemain legendaris pensiun: Maldini, Nesta, Seedorf, Inzaghi, Gattuso. Klub gagal melakukan regenerasi efektif.

Meski meraih scudetto pada musim 2010–11 di bawah Massimiliano Allegri, Milan kehilangan pijakan. Kepergian Thiago Silva dan Ibrahimović pada 2012 memperlemah kekuatan tim.

Masalah finansial dan kebijakan transfer yang buruk menyebabkan Milan terperosok. Bahkan, klub sempat gagal lolos ke kompetisi Eropa selama beberapa musim.

Kepemilikan Berlusconi berakhir pada 2017, dan klub berpindah tangan ke investor Tiongkok. Namun krisis belum selesai. Setelah itu, Elliott Management mengambil alih dan mulai melakukan restrukturisasi besar-besaran.

Kebangkitan Milan Modern (2019–2025)


Milan mulai membangun kembali fondasinya dengan pendekatan baru: kombinasi pemain muda dan pengalaman.

Zlatan Ibrahimović kembali bergabung, memberi dorongan psikologis dan karakter kepemimpinan di ruang ganti. Bersama pelatih Stefano Pioli, Milan memperlihatkan kebangkitan konsisten.

Puncaknya, Milan menjuarai Serie A musim 2021–22 – scudetto ke-19 – dengan skuad muda yang penuh determinasi seperti Rafael Leão, Sandro Tonali, Theo Hernández, dan Mike Maignan.

Pada 2025, di bawah pelatih anyar Sérgio Conceição, Milan berhasil menjuarai Supercoppa Italiana setelah mengalahkan rival sekota, Inter, 3-2 dalam duel dramatis. Milan telah mengumpulkan 50 trofi resmi dan kembali menjadi simbol kekuatan Italia di pentas Eropa.


Filosofi, Budaya Klub, dan Basis Suporter


AC Milan adalah klub yang mengedepankan kehormatan, kelas, dan keindahan permainan. Filosofi mereka tidak hanya soal kemenangan, tetapi juga tentang bagaimana cara menang.

Klub ini dikenal memiliki akademi muda yang menghasilkan legenda seperti Paolo Maldini dan Franco Baresi.

Stadion San Siro, yang dibagi dengan Inter Milan, adalah rumah megah dan penuh sejarah, tempat mimpi-mimpi sepak bola terwujud.

Basis suporter AC Milan sangat besar, baik di Italia maupun di seluruh dunia. Kurva Sud adalah bagian paling bergairah dari tifosi Milan yang menjadi simbol semangat klub.


Kesimpulan: Warisan dan Masa Depan


AC Milan bukan sekadar tim sepak bola. Ia adalah warisan budaya, kisah perjuangan, dan lambang supremasi sepak bola Italia. Dengan sejarah panjang penuh warna, Milan menunjukkan bahwa kejayaan bisa datang dan pergi, tapi semangat sejati tak pernah padam. Dengan fondasi yang kini kuat, manajemen modern, dan kombinasi pemain muda berbakat serta pengalaman, AC Milan tampak siap menulis babak baru dari kisah keemasan mereka. Era kejayaan Rossoneri belum berakhir. Ia hanya baru dimulai kembali.

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Lengkap Gerakan Hak Sipil di Amerika Serikat (1950-an hingga 1960-an) - Perjuangan untuk hak-hak sipil dan pembebasan rasial

Sejarah Lengkap Ilmu Hitam - Praktik magis yang sering dikaitkan dengan ritual dan mantra.

Sejarah Lengkap Nyi Roro Kidul - Ratu laut yang