Sejarah Lengkap Juventus: Kejayaan, Skandal, dan Kebangkitan

Pendahuluan
Juventus Football Club bukan hanya klub terbesar di Italia, tapi juga salah satu yang paling dikenal di dunia. Dikenal dengan julukan "La Vecchia Signora" (Nyonya Tua), Juventus telah mencatat sejarah panjang penuh kejayaan, diselingi skandal besar, namun selalu bangkit dengan karakter kuat.
Dari pendiriannya di akhir abad ke-19 oleh sekelompok mahasiswa, ke dominasi di Serie A, kejayaan Eropa, tragedi, skandal Calciopoli, hingga era Cristiano Ronaldo, kisah Juventus adalah potret dari sebuah institusi sepak bola yang tidak pernah menyerah.
Awal Mula: Klub Mahasiswa Menjadi Kebanggaan Nasional
Juventus didirikan pada 1 November 1897 oleh sekelompok siswa muda di Liceo Massimo d'Azeglio di kota Turin. Nama "Juventus" berarti "pemuda" dalam bahasa Latin, mencerminkan semangat muda pendirinya.
Pada awalnya, Juventus bermain dengan seragam merah muda. Namun pada tahun 1903, mereka mengganti warna menjadi hitam-putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County – warna yang kemudian menjadi identitas khas Juve.
Mereka memenangkan gelar Serie A pertamanya pada 1905, dan itu menjadi awal dari tradisi panjang dalam dunia sepak bola Italia.
Dominasi Domestik: Era Pra-Perang dan Pasca-Perang
Juventus berkembang pesat setelah Perang Dunia I. Dominasi sesungguhnya dimulai pada 1930-an, ketika mereka memenangi 5 gelar Serie A berturut-turut (1930–1935). Di masa ini, Juve diperkuat oleh pemain legendaris seperti Raimundo Orsi, Giovanni Ferrari, dan Gianpiero Combi.
Kejayaan dilanjutkan pasca Perang Dunia II, meskipun harus bersaing ketat dengan klub-klub besar lainnya seperti AC Milan dan Inter Milan. Mereka tetap menjadi salah satu kekuatan utama sepak bola Italia hingga 1960-an.
Era Trapattoni dan Kejayaan Eropa (1976–1986)
Salah satu era emas Juventus dimulai saat Giovanni Trapattoni menjadi pelatih pada 1976. Di bawahnya, Juventus mencetak sejarah:
Mengandalkan pemain Italia seperti Gaetano Scirea, Marco Tardelli, dan Antonio Cabrini
Memadukan pemain asing kelas dunia seperti Michel Platini, Zbigniew Boniek, dan Liam Brady
Prestasi:
6 gelar Serie A (1977, 1978, 1981, 1982, 1984, 1986)
1 Coppa Italia
1 UEFA Cup (1977)
1 Cup Winners' Cup (1984)
1 UEFA Super Cup (1984)
1 European Cup / Liga Champions (1985)
Namun, kemenangan Liga Champions 1985 diwarnai tragedi kelam: Tragedi Heysel, di mana 39 orang tewas dalam kerusuhan sebelum final melawan Liverpool.
Periode Transisi dan Era Lippi (1994–1999)
Setelah Trapattoni dan beberapa era kepelatihan lain, Juventus menemukan momentum baru di bawah Marcello Lippi. Ia membangun tim dinamis yang diperkuat oleh:
Alessandro Del Piero
Gianluca Vialli
Fabrizio Ravanelli
Didier Deschamps
Periode Transisi dan Era Lippi (1994–1999)
Setelah Trapattoni dan beberapa era kepelatihan lain, Juventus menemukan momentum baru di bawah Marcello Lippi. Ia membangun tim dinamis yang diperkuat oleh:
Alessandro Del Piero
Gianluca Vialli
Fabrizio Ravanelli
Didier Deschamps
Zinedine Zidane (1996–2001)
Prestasi Puncak:
Liga Champions 1996 – menang atas Ajax lewat adu penalti
3 gelar Serie A
Piala Interkontinental (1996)
Finalis Liga Champions 1997 & 1998
Namun dua kekalahan beruntun di final Eropa membayangi era emas ini.
Calciopoli: Skandal Pengaturan Wasit (2006)
Pada tahun 2006, Juventus terguncang oleh skandal Calciopoli – investigasi yang mengungkap pengaruh klub terhadap penunjukan wasit di Serie A.
Dampaknya:
Gelar Serie A 2004–05 dan 2005–06 dicabut
Juventus degradasi ke Serie B
Banyak pemain bintang hengkang: Ibrahimović, Vieira, Cannavaro
Namun beberapa pemain setia bertahan: Del Piero, Buffon, Trezeguet, Camoranesi, Chiellini
Musim 2006–07 di Serie B menjadi momen pemurnian dan kebangkitan. Juventus langsung promosi kembali sebagai juara.
Kebangkitan dan Era Antonio Conte (2011–2014)
Setelah masa transisi di era Claudio Ranieri, Ciro Ferrara, dan Luigi Delneri, Juventus menunjuk Antonio Conte, mantan kapten klub, sebagai pelatih.
Dengan pemain seperti Andrea Pirlo, Arturo Vidal, Paul Pogba, Giorgio Chiellini, dan Carlos Tevez, Conte menciptakan era dominasi baru.
Prestasi:
3 Scudetto berturut-turut (2012–2014)
Tak terkalahkan di Serie A musim 2011–12
Conte mengembalikan identitas Juventus sebagai tim agresif, kuat secara taktik, dan tak tergoyahkan secara mental.
Setelah Conte pergi, Massimiliano Allegri melanjutkan kejayaan domestik dan nyaris mengulang kejayaan Eropa.
Dominasi Domestik:
5 gelar Serie A beruntun (2015–2019)
4 Coppa Italia
2 kali runner-up Liga Champions (2015 vs Barcelona, 2017 vs Real Madrid)
Tim era Allegri diperkuat oleh:
Paulo Dybala
Gonzalo Higuain
Sami Khedira
Dani Alves
Leonardo Bonucci
Meskipun gagal membawa pulang Liga Champions, Juventus di era ini menunjukkan dominasi luar biasa di Italia.
Pada musim panas 2018, Juventus membuat gebrakan besar dengan merekrut Cristiano Ronaldo dari Real Madrid.
Dampak Ronaldo:
Meningkatkan eksposur global Juventus
Menambah daya gedor di lini depan (101 gol dalam 134 laga)
Juventus tetap menjuarai Serie A hingga musim 2019–20
Namun, performa di Liga Champions tetap gagal membawa hasil memuaskan, tersingkir lebih awal di babak gugur.
Masa Transisi: Pirlo, Allegri (kembali), dan Krisis Internal
Musim 2020–21, Juventus menunjuk Andrea Pirlo sebagai pelatih meski minim pengalaman. Juve hanya finis ke-4, meski menjuarai Coppa Italia.
Allegri kembali pada 2021, tapi Juventus belum mampu kembali ke puncak. Masalah finansial, cedera pemain, dan ketatnya persaingan dari Inter, Milan, dan Napoli membuat Juve kehilangan dominasi.
Juventus kembali tersandung masalah hukum: tuduhan manipulasi pembukuan keuntungan transfer pemain (skandal "plusvalenza"). Ini berujung:
Pengurangan poin di Serie A 2022–23
Diskualifikasi dari kompetisi Eropa 2023–24 oleh UEFA
Meski sempat menggugat, Juventus kembali berada dalam masa sulit, baik secara prestasi maupun reputasi.
Juventus kini sedang membangun ulang di bawah manajer baru (Thiago Motta, per Mei 2025) dengan visi jangka panjang:
Membangun talenta muda: Nicolo Fagioli, Fabio Miretti, Kenan Yıldız
Mengurangi ketergantungan pada bintang mahal
Fokus pada stabilitas finansial dan reputasi klub
Juventus adalah simbol keteguhan dalam menghadapi pasang surut. Dari kejayaan Serie A dan Liga Champions, dua kali terjatuh karena skandal, namun selalu bangkit lebih kuat. Tak banyak klub yang bisa bertahan dari badai seperti Juventus – dan tetap berdiri sebagai salah satu kekuatan terbesar di sepak bola dunia. Dengan sejarah yang sarat drama dan determinasi, Juventus tetap menjadi ikon sepak bola Italia dan akan terus berjuang menuju puncak.
Era Allegri dan Final Eropa (2014–2019)
Setelah Conte pergi, Massimiliano Allegri melanjutkan kejayaan domestik dan nyaris mengulang kejayaan Eropa.
Dominasi Domestik:
5 gelar Serie A beruntun (2015–2019)
4 Coppa Italia
2 kali runner-up Liga Champions (2015 vs Barcelona, 2017 vs Real Madrid)
Tim era Allegri diperkuat oleh:
Paulo Dybala
Gonzalo Higuain
Sami Khedira
Dani Alves
Leonardo Bonucci
Meskipun gagal membawa pulang Liga Champions, Juventus di era ini menunjukkan dominasi luar biasa di Italia.
Kedatangan Cristiano Ronaldo (2018–2021)
Pada musim panas 2018, Juventus membuat gebrakan besar dengan merekrut Cristiano Ronaldo dari Real Madrid.
Dampak Ronaldo:
Meningkatkan eksposur global Juventus
Menambah daya gedor di lini depan (101 gol dalam 134 laga)
Juventus tetap menjuarai Serie A hingga musim 2019–20
Namun, performa di Liga Champions tetap gagal membawa hasil memuaskan, tersingkir lebih awal di babak gugur.
Masa Transisi: Pirlo, Allegri (kembali), dan Krisis Internal
Musim 2020–21, Juventus menunjuk Andrea Pirlo sebagai pelatih meski minim pengalaman. Juve hanya finis ke-4, meski menjuarai Coppa Italia.
Allegri kembali pada 2021, tapi Juventus belum mampu kembali ke puncak. Masalah finansial, cedera pemain, dan ketatnya persaingan dari Inter, Milan, dan Napoli membuat Juve kehilangan dominasi.
Skandal Plusvalenza dan Pengurangan Poin (2023)
Juventus kembali tersandung masalah hukum: tuduhan manipulasi pembukuan keuntungan transfer pemain (skandal "plusvalenza"). Ini berujung:
Pengurangan poin di Serie A 2022–23
Diskualifikasi dari kompetisi Eropa 2023–24 oleh UEFA
Meski sempat menggugat, Juventus kembali berada dalam masa sulit, baik secara prestasi maupun reputasi.
Masa Kini dan Masa Depan
Juventus kini sedang membangun ulang di bawah manajer baru (Thiago Motta, per Mei 2025) dengan visi jangka panjang:
Membangun talenta muda: Nicolo Fagioli, Fabio Miretti, Kenan Yıldız
Mengurangi ketergantungan pada bintang mahal
Fokus pada stabilitas finansial dan reputasi klub
Kesimpulan
Juventus adalah simbol keteguhan dalam menghadapi pasang surut. Dari kejayaan Serie A dan Liga Champions, dua kali terjatuh karena skandal, namun selalu bangkit lebih kuat. Tak banyak klub yang bisa bertahan dari badai seperti Juventus – dan tetap berdiri sebagai salah satu kekuatan terbesar di sepak bola dunia. Dengan sejarah yang sarat drama dan determinasi, Juventus tetap menjadi ikon sepak bola Italia dan akan terus berjuang menuju puncak.
Comments
Post a Comment